Jakarta – Setelah putusan MK (29/2/24) atas permohonan dua mahasiswa Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan ditetapkan, maka gugatan para pemohon yang menginginkan peninjauan kembali atas pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016, akhirnya ditolak.
Dilansir dari www.mkri.id, bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada menjelaskan tentang Calon Gubernur beserta wakil, Calon Bupati dan Walikota beserta wakil, yang berasal dari anggota DPR, DPD dan DPRD, harus mengundurkan diri secara tertulis dari jabatannya sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pilkada.
Hal ini menurut para pemohon masih dianggap ambigu untuk pelaksanaan pemilu saat ini, dimana saat penetapan pasangan calon peserta Pilkada Agustus mendatang, para anggota DPR, DPD dan DPRD terpilih belum dilantik sebagai anggota DPR RI, DPD dan DPRD. Maka menurut para pemohon, perlu adanya perubahan redaksi pada Pasal 7 ayat (2) huruf s menjadi “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan hasil rekapitulasi suara KPU sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan”. Atau dengan kata lain, anggota DPR, DPD dan DPRD yang belum dilantik juga harus mengundurkan diri sebagai anggota dewan jika ingin ikut dalam kontestasi Pilkada.
Berdasarkan pertimbangan Hakim Konstitusi Daniel, permohonan para pemohon dianggap berlebihan dan tidak relevan dengan proses pemilu tahun ini. Para anggota DPR, DPD dan DPRD yang telah ditetapkan bersarkan hasil rekapitulasi suara KPU, belum dianggap sebagai anggota dewan secara konstitusi dan padanya belum melekat hak dan kewajiban sebagai anggota DPR sehingga tidak bisa mengundurkan diri.
Putusan MK tentang permasalahan inipun dibahas dalam Bimbingan Tehnis (Bimtek) pimpinan dan anggota DPRD Prop. NTB di Holiday Inn and Suites Jakarta, Senin – Rabu (3-6/3/2024), bersama Kemendagri dan akademisi Universitas Respati Indonesia Jakarta.
Abdul Rauf, ST, MM , Wakil Ketua Komisi II DPRD Prov NTB yang ikut dalam Bimtek tersebut menjelaskan, keputusan MK atas permohonan para pemohon tersebut menyangkut syarat pengunduran diri bagi calon anggota DPR, DPD dan DPRD yang akan ikut kontestasi Pilkada, baik sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah.
Namun menurutnya keputusan itu tetap saja mengharuskan anggota DPR, DPD dan DPRD untuk mundur sebagai anggota dewan jika ikut sebagai kontestan Pilkada saat dilantik sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD.
“Pada prinsipnya ya sama saja. Anggota DPR, DPD dan DPRD harus tetap mundur dari jabatannya sebagai anggota dewan jika memang ikut dalam kontestasi Pilkada. Kendati anggota dewan terpilih belum terikat oleh Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada, namun ada ketentuan lain yang dianjurkan MK pada KPU untuk membuat surat pernyataan pengunduran diri bagi anggota dewan terpilih jika ia mendaftar sebagai calon kepala daerah atau wakilnya,” ungkap Abdul Rauf.
Berdasarkan PKPU nomor 3 tahun 2022, pelantikan anggota DPR, DPD dan DPRD dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2024. Sementara tahapan Pilkada berdasarkan PKPU nomor 2 tahun 2024, pendaftaran calon kepala daerah dan wakil akan dilaksanakan tanggal 27 Agustus 2024, penetapan calon dilaksanakan tanggal 22 September 2024 dan tahapan pemungutan suara akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024.
“Dengan demikian, maka sebelum tanggal 1 Oktober 2024, anggota dewan terpilih belum harus mundur dari jabatan mereka jika ikut kontestasi Pilkada. Namun ketika ia dilantik sebagai anggota dewan pada tanggal 1 Oktober tersebut, maka ia harus mundur dari jabatannya sebagai anggota dewan”, lanjut Abdul Rauf.
Selain membahas keputusan MK tentang UU Pilkada, Bimtek anggota DPRD Prov. NTB juga membahas hak angket anggota DPR RI yang dalam pembahasan itu disampaikan oleh pengamat politik Rocky Gerung. (Ihsan)